THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES
Powered By Blogger

Jumat, 15 April 2011

Usaha Kecil dan Menengah


Usaha Kecil Menengah
I.                  Pendahuluan

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bagian terpenting dari perekonomian suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari data Biro Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2007 total nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp. 3.957,4 triliun, dari jumlah tersebut UKM memberikan kontribusi sebesar Rp. 2.212,3 triliun atau 53,6% dari total PDB Indonesia. Jumlah populasi UKM Indonesia pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output yang berguna bagi masyarakat. UKM dapat bertambah dari tahun ke tahun, bahkan jumlahnya cenderung meningkat. Hal ini disebabkan kuatnya daya tahan UKM, selain itu adanya dukungan dalam permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana sendiri (73%), bank swasta (4%), bank pemerintah (11%), dan pemasok (3%) (Aziz:2001 dalam Alila Pramiyati 2008). Persaingan industri makanan yang semakin semarak, menuntut pelaku bisnis dalam bidang makanan untuk dapat selalu menggunakan strategi bersaing yang relevan dengan perkembangan kondisi lingkungan bisnisnya agar dapat mempertahankan keunggulan bersaing yang berkesinambungan terhadap perusahaan sejenis serta tetap eksis dalam lingkungan bisnisnya
UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.

II.               Pengertian

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”.
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih. Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.

III.           Kinerja Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia

UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financingdalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut.

IV.           Undang-Undang dan Peraturan Tentang UKM

Berikut ini adalah list beberapa UU dan Peraturan tentang UKM :
1.      UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2.      PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3.      PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
4.      Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
5.      Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
6.      Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah
7.      Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
8.      Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

V.               Meningkatkan Daya Saing UKM

Untuk meningkatkan daya saing UMKM diperlukan langkah bersama untuk mengangkat kemampuan teknologi dan daya inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu yang baru bagi si penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan ekonomi terkait dengan tingkat perkembangan ‘technical change’ yang berarti tahap penguasaan teknologi. “Technical change” sebagian terbesar bersifat “tacit” atau tidak terkodifikasi dan dibangun di atas pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara ‘incremental’ dan dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini bergantung pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya mengikuti trajektori tertentu yang khas.
Agar supaya pengenalan teknologi dapat menghasilkan ‘technical change’ dan inovasi dalam dunia usaha diperlukan beberapa kondisi :
·         Kemampuan UKM untuk menyerap, mengadopsi dan menerapkan teknologi baru dalam usahanya.
·         Tingkat kompatibilitas teknologi ( spesifikasi, harga, tingkat kerumitan ) dengan kebutuhan dan kemampuan UKM yang ada.
·         Ketersediaan dukungan teknis yang relevan dan bermutu untuk proses pembelajaran dalam menggunakan teknologi baru tersebut.
Untuk komersialisasi teknologi hasil riset (apalagi penemuan baru) banyak menghadapi kendala: sumber teknologi: teknologi bersifat capital intensive dan belum mempunyai nilai ekonomis, memerlukan waktu lama dalam penyesuaian terhadap kebutuhan pasar, banyak jenis teknologi yang teruji dalam tingkatan bisnis; sistem insentif komersialisasi teknologi lemah; arus utama sistem industri.
Umumnya komunitas UMKM memiliki sekelompok kecil yang kreatif dan mampu mengambil peran ‘risk taker’. Kelompok ini cenderung menjadi ‘early adopter’ untuk teknologi baru. Sebagian besar cenderung menunggu karena mereka membutuhkan bukti nyata (‘tangible’) bahwa teknologi baru tersebut dapat memberi keuntungan. Dua aspek yang berlangsung inheren dalam proses ini adalah berinovasi ( ‘innovating’) dan pembelajaran ( ‘learning’).

VI.           Beberapa Kelemahan UKM

Ketika berbicara mengenai UKM (Usaha Kredit Menengah), pasti bayangan kita adalah usaha kecil keluarga yang modalnya pas-pasan, susah mendapat kredit dari pihak bank karena tidak ada agunan yang mampu meyakinkan bank serta penjualan produk yang kadang sekedarnya saja (jika kita berbcara mengenai profesionalisme).
Sebagian dari UKM memang berasal dari usaha keluarga yang kadang-kadang dikerja seadanya, tanpa berpikir untuk ekspansi keluar daerah syukur-syukur ke luar negeri (walau ada juga UKM yang sudah bisa go luar negeri). Juga ada teknik-teknik pemasaran yang jangankan UKM, perusahaan menengah keatas juga mungkin belum menerapkan secara efektif.
Konsep pemasaran yang saya dapat dari buku”Bagaimana Memperbaiki Pemasaran Usaha Anda karya Irwan Dani cetakan Friedrich Elbert Stiftung ” adalah Ketahuilah Kebutuhan Calon Pembeli lalu ambil kebutuhannya, puaskan kebutuhannya dan jangan lupa ambil keuntungan.
Dan tentu saja, pemasaran tidak sama dengan penjualan. Banyak konsep-konsep pemasaran yang sederhana bahkan sangat sederhana yang dijelaskan di buku ini sudah mungkin anda terapkan bagi para pengusaha UKM, tapi ada juga sebagian yang mungkin terlewatkan oleh anda.

VII.        Daftar Pustaka

2.      http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah






0 komentar:

Laman