Hukum
Perjanjian
Apa itu hukum perjanjian? hukum
perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan
konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Dan dilakukan
apabila dalam sebuah perisiwa seseorang mengirkrakan janji kepda pihak ain atau
terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakuak suatu
hal.
I.
Standar
Kontrak
Di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang
mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat
berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat.
Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang selama ini
dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas
ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya
tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya
dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum,
dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan (legislature) terutama dari
pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi
atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan
perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU
atau Perpu atau peraturan perundang-undagan yang lebih tinggi saja yang
mempunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
II.
Macam-macam
perjanjian
1. Perjanjian
dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian
dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
(Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu
perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak
lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2. Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal baliK
Perjanjian
sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu
pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi
kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3. Perjanjian
konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil
ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang
harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian
riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus
diserahkan.
4. Perjanjian
bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian
bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan
kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata
ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak
diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung
berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
III.
Syarat
sahnya perjanjian
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat
syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
·
Sepakat mereka yang mengikat dirinya,
yaitu adanya kesepakatan antar pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka
laksanakan. Kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal yaitu unsur
paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
·
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
didalam KUH oerdata disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah
pengampunan.
·
Mengenai suatu hal tertentu, suatu hal
tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. dalam perjanjian
penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan beda sehingga tidak
mengira-ngira.
·
Suatu sebab yang halal, Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
IV
Saat lahirnya perjanjian
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1. kesempatan
penarikan kembali penawaran;
2. penentuan
resiko;
3. saat
mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
4. menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1)
BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa
perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak
pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan. Ada beberapa teori yang bisa
digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1. Teori
Pernyataan (Uitings Theorie) ; Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada
saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata
lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
2. Teori
Pengiriman (Verzending Theori) ; Menurut teori ini saat pengiriman jawaban
akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai
patokan tanggal lahirnya kontrak.
3. Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie) ; Menurut teori ini saat lahirnya kontrak
adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie) ; Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak
peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok
adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang
dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
V Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
1. Pelaksanaan
kontrak : Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian
dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338
sampai dengan pasal 1341 KUHP. Asas yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak, Hal-hal
yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah : Segala sesuatu
yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan
undang-undang. Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu
dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
2. Pembatalan
perjanjian : Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan
sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya
prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak
terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak. Ada tiga bentuk
ingkar janji, yaitu :
a. Tidak
memenuhi prestasi sama sekali
b. Terlambat
memenuhi prestasi, dan
c. Memenuhi
prestasi secara tidak sah
VI Sumber
referensi :
0 komentar:
Posting Komentar